Monday, March 7, 2011

Baklava!


Dari semua tempat makan yang ada di Dili, salah satu yang menjadi favorit saya dan suami adalah Turkish Pastry. Tempatnya tidak terlalu besar dan penuh dengan hiasan-hiasan dan dekorasi Turki. Dan yang paling menyenagkan, jika sedang jadwalnya memanggang roti rak-rak di sana akanpenuh dengan roti-roti besar dan kue-kue turki...hmmmmm… Salah satu yang menjadi favorit saya dan suami adalah Baklava. Baklava itu semacam pastry yang isinya adalah kacang cacah lalu dilapisi pakai sirup atau madu. Awalnya waktu saya mencoba sih emang rasanya agak giung  (manis banget) gimanaaa gitu…Cuma lama-lama kok enak juga hehe..apalagi untuk jadi makanan penutup…hmmm enaaaakkk….Untuk sepotongnya, si baklava ini dihargai US$ 2.5 (jangan liat harganya, bayar dan makan saja hehe..)

Dekorasi Turkish Pastry Shop..penuh lampu-lampu dan hiasan timur tengah

Kue-kue turki di balik lemari kaca...nyam nyam...

Kata suami yang sempat mengobrol beberapa kali dengan si pemilik Turkish Pastry ini, katanya dia memang berasal asli dari Turki. Dan untuk mendapatkan bahan-bahan kue-kue turki di Dili memang agak sulit, bahkan kadang-kadang harus menunggu dikirim dari negara asalnya. Jadi ya memang wajar jika sepotong baklava itu harganya bisa 2.5 dolar sih.Selain kue-kue turki itu masih banyak sih menu yang lainnya...ada kopi turki (sayangnya saya gak suka kopi hehe), ada juga kebab turki (hmmm dagingnya dipanggang...jadi ga boleh deh), dll dkk yang semuanya belum pernah saya coba hehehe...

Sempat bulan-bulan lalu, si pemilik toko memutuskan untuk menutup tokonya entah karena alasan apa. Dan sudah berjalan hamper sekitar dua minggu tokonya buka kembali…huraaaayyy dia membatalkan niatnya! Dan sampai sekarang masih tetap buka, dan tetap menjual Turkish pastry yang enaakk…

Baklava!

Paus Yohanes Paulus II pernah datang ke Indonesia...

Haiyaaaa…mati lampu lagi..pada saat saya berpikir,”Tumben nih hari ini tidak mati lampu..” Hehe…memang berhati-hatilah dengan apa yang kau pikirkan…

Karena mati lampu, saatnya memutar otak untuk mencari-cari apa yang bisa dilakukan. Untunglah amunisi laptop saya penuh…Sambil memutarkan Mozart Wombsomb Collection buat si dede, bolehlah bercerita-cerita sedkit tentang hal-hal menarik lainnya di Dili hehe..

Oya, saya teringat ada satu tempat yang belum terceritakan. Saya sempat mendatangi Monumen Paus Yohanes Paulus II yang terletak di daerah bukit Tasi-tolu, letaknya kea rah barat kota Dili. Saya kurang mendapat informasi banyak tentang monument yang satu ini dari Oom Gugel hehe…Monumen ini dibuat pada tahun 1997 sebagai peringatan akan kedatangan Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia. Beliau sendiri datang ke Timor Timur tanggal 12 Oktober 1989. Saat saya sedang ke sana, sedang satu kru reporter dan cameramen yang sepertinya sedang membuat berita feature tentang sang monument. Saya sih menebaknya mereka tim dari TVTL (TV Timor Leste), yaaahh…serupa lah sama TVRI-nya Indonesia. Kenapa saya menebak demikian? Karena memang tidak ada lagi stasiun TV di Timor Leste selain TVTL hehee…
Monumen Paus Yohanes Paulus II


  
Pas sebelum naik ke monumen paus ini...

Nah dari atas bukit , saya bisa memandang kota Dili plus dengan pegunungannya. Beda sekali pemandangannya saat berada di bukit Cristo Rei :p

Pemandangan Dili dari Bukit Tasi-Tolu


Guk..Guk..!!

Ada dua jenis hewan yang mudah sekali dijumpai di Dili, yaitu anjing dan babi. Di setiap ruas jalan bisa kita temui banyak anjing berkeliaran…dari anjing yang kuruuuuss..sampai yang agak gemuk semua ada hehe (soalnya saya baru sekali melihat anjing yang sehat gemuk selama ini, dan nampaknya itu memang peliharaan malay si Dili). Selain itu juga, mudah sekali melihat babi-babi berkeliaran…dari yang gemuk sampai yang gemuuukkk sekali (saya jarang sekali menemukan babi yang kurus hehhe).

Orang-orang asli sini memang hobi memelihara anjing. Tapi sayangnya rata-rata anjing-anjing mereka dibiarkan tidak terawat dan kurus-kurus kelaparan. Kata suami saya sih, memang mereka memelihara bukan  sebagai binatang peliharaan…tapi untuk dipotong dan dimakan…wadaaawww…ngga kebayang deh tiap hari kita memelihara binatang dan suatu saat kita datang padanya dan berkata : hey doggie, setelah selama ini kamu saya pelihara, tampaknya sekarang kamu cukup gemuk untuk saya potong. Yuk ikut yuk ke pejagalan….hadoooooohhhhh…. Tapi memang orang sini hobi sekali makan daging doggie ini plus daging babi juga…

Kalau melihat anjing-anjing berkeliaran, saya sering teringat Brino. Itu nama anjing Golden Retriver peliharaan saya di rumah. Untunglah Brino cukup beruntung jadi dia   tidak mengalami kekurusan seperti layaknya anjing-anjing yang saya lihat di Dili dan tidak perlu jadi santapan majikannya hehhe.. Brino itu anjing jantan dan berumur lebih dari dua tahun. Di rumah kami, Brino berfungsi ganda selain menjadi binatang peliharaan pun menjadi tong sampah hidup hahahaa…bagaimana tidak? Semua jenis makanan dia lahap. Dari semua jenis buah2an, sayur-sayuran, bumbu-bumbu dapur seperti bawang putih, sampai semua cemilan pun dibabatnya tanpa pandang bulu. Bahkan tanaman hias milik mama pun ikut dimakannya jika Brino lagi sendiri dan tidak ada teman bermain. Tak heran kadang-kadang, kami harus benar-benar memberlakukan diet bagi Brino sebelum dia mengalami obesitas hahaha…

Haaaaaa…jadi pengen main sama Brino nih :P
Naahhh...ini Brino...

Wednesday, March 2, 2011

Jagung, kacang polong, dan bawang bombay


Persahabatan saya dengan kacang polong , jagung beku, dan bawang Bombay  memang semakin erat akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, dengan keterbatasan bahan sayuran  segar yang di jual di supermarket Dili, saya harus benar-benar memanfaatkan semaksimal bahan-bahan yang ada. Tidak semua sayuran selalu ada. Sayuran yang sering saya jumpai di rak pendingin biasanya hanyalah kol, wortel, daun bawang, sawi hijau, buncis, dan kapri. Dan itupun setiap kali saya ke sana tidak selalu ada. Yang pasti ada ya itu, sayuran-sayuran beku yang setelah saya cek untungnya tertulis tanpa bahan pewarna dan bahan pengawet.

Sebenarnya ada pasar tradisional yang menyediakan lebih beragam sayuran dan berharga relative lebih murah dan tampaknya segar juga. Tapi suami saya lebih percaya untuk berbelanja di supermarket. Apalagi ditambah dengan pernyataan tetangga saya, yang kebetulan sama-sama orang Indonesia yang sama-sama mencari nafkah di Dili, dia pernah melihat orang-orang menanam dan memanen kangkung dari parit. Wadaaaww…memang tidak semuanya, tapi kita tidak bisa tahu bukan pasar yang mana saja yang menjual kangkung hasil dari kebun dan bukan dari parit? Hehe… Sayur-sayuran yang dijual di rak pendingin di supermarket biasanya adalah sayur-sayuran impor yang biasanya memang lebih mahal tapi kualitasnya memang lebih baik. Tapi ya itu tadi, keanekaragamannya sangat terbatas.

Yah dari permasalahan itulah dimulainya persahabatan saya dan kacanng polong. Apalagi ada ultimatum dari dokter kandungan kami, bahwa asupan gizi yang ideal untuk ibu hamil adalah tiga jenis sayur dan tiga jenis buah setiap harinya. Wadoh..Di Indonesia sih hal yang mudah, tinggal beli (tolong dicatat ya : beli, bukan bikin hehehe..) lotek atau gado-gado dan kemudian sorenya beli sop buah. Beres deh! Nah sekarang adalah tantangannya, untuk menemukan sayuran saja sulit, ini lagi disuruh mengkonsumsi tiga jenis sayuran hehee…  Lalu bagaimana mensiasatinya? Mudaaahh. Jagung dan kacang polong adalah dua sayuran utama. Berikutnya tinggal tambahkan saja kol atau wortel atau sawi hijau. Sudah tiga jenis bukan? Hehehe…Jika membuat nasi goreng campurkan saja dua sayuran utama : jagung dan kacang polong, lalu tambahkan rajangan wortel, kol, atau daun bawang. Sama halnya jika saya mau membuat mie goreng atau kuah (oya, saya menggunakan mie telur, bukan mie instan. Segala yang instan-instan cuti dulu nih hehe), campurkan saja dua sayur utama tadi plus rajangan wortel, kol, atau daun bawang. Lalu di mana letak persahabatan dengan bawang Bombay? Nah ini dia, dia selalu ada di awal sebagai bumbu utama dengan cara ditumis sebelum dimasukkan bahan-bahan lainnya. 

Jagung beku, kacang polong, dan bawang bombay :P

Para sahabat itulah yang sudah menyelamatkan saya hingga sampai saat ini. Apakah mereka bisa menyelamatkan saya di hari-hari mendatang juga? Mari kita lihat saja hehee..

Pregnancy at Dili

Saya tidak pernah menyangka bahwa saya bisa hamil hehehe…dan ini adalah kehamilan pertama saya di luar negeri  (yeah, baby! It’s Dili! :P). Jika saya di Indonesia, saya begitu banyak punya pilhan makanan dan tentu saja begitu banyak pantangan yang sebaiknya dijauhi. Lho, memangnya di sini tidak ya? Sebenarnya sama saja, hanya saja di Dili pilihan makanan tidak sebanyak saat saya berada di Bandung  jadi otomatis pantangan yang harus dihindari pun berkurang bukan? :P

Saya teringat saat saya dan suami control pertama kali dengan dr. Maximus Mudjur di RS St. Borromeus. Rasanya seperti bukan pergi ke dokter, melainkan pergi kepada seorang pastur. Pasalnya, saat setelah USG, sang dokter menyuruh kami duduk, diam, mendengarkan. Jangan bertanya sebelum saya selesai bicara, begitu katanya. Dan hal pertama yang dia katakana adalah : hamil adalah anugerah Tuhan, tidak semua pasangan bisa mendapatkannya.  Dan segala macam penjelasan tentang kehamilan melalui pendekatan keagamaan dan psikologis, sama sekali bukan dari medis. kami jadi berpikir, mungkin sebaiknya kami mulai mengganti panggilan dokter Maximus menjadi Pastur Maximus hehehe … Salah satu pesan yang selalu saya ingat adalah : konsumsilah makanan yang natural. Wadoohh…tantangan yang sulit! Bagaimana tidak, semua yang saya sukai tidak natural…chicken nugget, bakso, sosis, sambel botolan, saos botolan, jus buah kemasan, dll dkk..Selain itu makanan-makanan enak  sebagian besar pasti menggunakan vetcin.. Yah, memang namanya hidup di jaman modern, harus mengeluarkan energy lebih apabila ingin mencari makanan yang natural. Tapi demi anugerah Tuhan yang luar biasa ini, apalah artinya mencari seesuatu yang natural…betul tidak?

Sama halnya saat saya berada di Dili, karena keterbatasan kemampuan (memasak) otomatis saya pun mulai lirak lirik bumbu instan saat berada di supermarket. Apalagi di Dili, wuooww…bumbu instan sangat menggoda..tidak hanya terbatas pada bumbu instan kebanyakan yang ada di Indonesia, tapi juga bumbu instan yang tidak ada di Indonesia dan biasanya digunakan untuk  masakan Eropa, India, Mexico, dll dkk .
 Namanya bumbu instan, pasti sangat mudah penggunaannya..tinggal gunting, campur campur, sreng sreng, enaaakkk.. Bukan itu saja, makanan beku pun beraneka ragam..dari daging-dagingan yang mirip seperti di film kartun, hingga makanan siap saji yang tinggal dipanaskan dan langsung hap! Dan semuanya tampak lezat dan enak! Tapi sekali lagi, mengingat pesan Pastur Maximus dan demi kesehatan jabang bayi yang ada di perut, saya hanya bisa memandang dengan nanar, semua bumbu instan yang tampak lezat menggoda itu (sayang sekali saat saya mau ambil foto bumbu-bumbu itu eh ketauan sama pramuniaganya, lalu dilarang…batal deh…).

Dan dengan berbekal garam, merica, bawang putih, dan bawang Bombay serta  kemampuan (memasak) yang sangat minim, puji Tuhan, seminggu telah terlewati dengan berbagai menu yang berbeda. Ok, mari kita kilas ulang menu-menu yang telah kita buat minggu ini. Tumis sawi hijau, sup macaroni sosis, pecel sayuran, orak arik wortel, perkedel mie, bala-bala, telur dadar bumbu pecel, martabak jagung keju, pudding, crepes buah eskrim, nasi goring, mie goring  dan…apa lagi yaaa… Dan jika dari salah satu makanan itu memiliki cita rasa yang mantap…sekali lagi..pasti itu mujizat Tuhan! :P

Hey...Cristo Rei!


Mati lampu hari ini termasuk yang terparah selama saya berda di Dili. Yah lumayan lah, tadi pagi mati dari pukul 10 pagi sampai pukul 12 siang. Setelah lepas jam makan siang ternyata dia mati lagi sampai sekitar pukul 5..hehehe…ternyata listriknya menyala hanya untuk menghangatkan makan siangnya dan menyala lagi saat dia mau pulang kantor hehe..Saat mati lampu adalah saat di mana saya harus berfikir sangat kreatif. Bagaimana tidak? Saat listrik mati airpun ikut-ikutan mati. Itu berarti kegiatan yang berdasngkutan dengan air pun turut terhenti hehhee. Bahkan kegiatan memasak pun turut terhenti (karena kompor yang digunakan adalah kompor listrik)…Jika beruntung saya bisa menggunakan laptop saya (jika tidak lupa mengisi baterai nya) dan juga berinternet ria (jika pulsa memadai) hehee…

Nah mati lampu kali ini, tiba-tiba saya teringat pada suatu tempat di Dili yang pernah saya kunjungi. Cristo Rei. Patung Yesus Kristus yang menjulang di ujung kota Dili. Saya mengunjungi tempat itu sekitar bulan Juli tahun lalu. Patung Yesus Kristus berdiri di atas bola dunia dengan tangan terbuka dan menghadap ke laut itu bagi saya sungguh luar biasa. Bagaimana tidak, patung itu memiliki tinggi sekitar 27 meter dan bisa kita lihat dengan jelas setelah melewat sekitar 500 anak tangga…kurus gak tuh! Setelah sedikit tanya-tanya pada Oom Google, saya baru tahu bahwa patung yang diresmikan tahun 1996 itu ternyata dirancang oleh seorang yang bernama Mochamad Syailillah. Waw, keren! Jadi teringat pada Masjid Istiqlal yang dirancang oleh  Frederich Silaban hehhee... Nah menurut Oom Google juga, patung ini merupakan hadiah dari Presiden Soeharto kepada propinsi dan masyarakat Timor Timur (saat itu masih propinsi belum jadi negara sendiri). Saya juga baru tahu tuh ternyata patung itu dibuat di Baturaja, Bandung…hahahaa…ternyata eh ternyata..bikinan urang bandung nyak :P 
Nah saya berada tepat di bawah patung Cristo Rei

Jalan menuju Cristo Rei, lokasinya ada di puncak bukit dan harus pakai tangga


Patung itu terbuat dari tembaga yang dibagi-bagi menjadi 27 bagian. Katanya sih pembuatannya hampir memakan waktu setahun dengan total jumlah pegawai yang mengerjakannya mencapai 30 orang. Setelah selesai, baru deh dikirim ke Dili pakai kapal laut. Nah pembuatan dan  perakitannya di Dili sendiri sih katanya sekitar tiga bulan. Lumayan lama juga ya. 

Tangga-tangga menuju ke patung Christo Rei lumayan bersih dan terawat. Mungkin karena tidak banyak orang yang berkunjung ke sana juga. Hah heh hoh juga ternyata naik 500 anak tangga ya hahhaa…Tapi saat sudah sampai atas, wuiihhhh mantaaapp…kita bisa memandang Dili beserta laut lepas birunya yang bersih dan luas tanpa terhalang apa-apa. 

Duh jadi pengen lihat Cristo Rei dari dekat lagi…tapi nanti sajalah setelah si dede lahir…jika dipaksakan sekarang bisa-bisa premature lahiran di bawah patung Kristus Raja. Hahahaha….

Pemandangan dari atas Cristo Rei...keren yaa...

Monday, February 28, 2011

be-o-es-a-en


Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi di Dili adalah mengatasi rasa bosan.

Profesi sebagai ibu rumah tangga adalah hal baru yang menyenangkan. Menyiapkan makanan dan merancang menu, merapikan rumah, dan semua itu dilakukan dalam semua waktu saya hehe…Tapi ada  kala saat rasa bosan itu datang, karena di sini saya benar-benar hanya di rumah saja, tidak ada teman dunia nyata (kalau dunia maya tinggal nyalakan internet), dan hanya pergi jika suami ada di rumah. Jika rasa bosan itu mulai datang saya pun tidak tahu harus berbuat apa  hehe… Internet tidak mempan, tv kabel kurang menggoda, tidur tidak ngantuk, hmmmm…yang ada di pikiran saya adalah…bergeraklah! Lakukan sesuatu! Apapun itu! Dan seringkali tips itu cukup berhasil untuk membunuh kebosanan yang kadang-kadang hinggap.  Lha, lantas apa yang dilakukan? Apapun itu…mencuci, menyetrika pakaian, mengepel, senam hamil, membaca hahahhaa sungguh pekerjaan emak-emak ya?  Dan biasanya obat yang paling ampuh adalah mendengarkan lagu-lagu dari winamp saya sambil bernyanyi (terima kasih pada teknologi minlyrics yang membuat pencarian teks lagu menjadi begitu mudah :P).

Pernah saat hari keempat saya berada di sini, entah kenapa saya merasa bosan yang sangat hingga sampai ubun-ubun. Ditambah lagi hormon ibu hamil yang membuat semuanya menjadi tampak sungguh sentimentil. Saya sampai menangis karena merasa tidak mampu lagi mengatasi rasa bosan ini..padahal saya tahu bahwa keadaan apapun saya pasti bisa melewatinya hehehe…dasar ibu hamil :P  Suami saya pun sampai kasihan melihat saya dan menyuruh saya pulang lebih cepat dari jadwal yang sudah kami tetapkan bersama. Tapi menurut saya, itu hanya sebagian tantangan saja yang harus saya hadapi. Dan tentu saja, sambil menangis juga, saya bilang bahwa saya akan tetap di Dili sampai jadwal pulang yang kami rencakanan bersama hehehe…

Putusan saya untuk ikut bersama suami saya ini memang sudah kami rundingan bersama baik buruknya.  Saya sadar juga bahwa semua putusan pasti ada konsekuensinya. Dan ini adalah salah satu cara kami menjalankan pernikahan ini (ehm…) Yah, susah senang lebih enak dijalani bersama bukan? In good time and bad time, in sickness and health we will through this together, right? :)